MEDIABORNEO.NET, SAMARINDA – Rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda untuk menertibkan Pasar Subuh menuai sorotan dari Wakil Ketua DPRD Samarinda, Ahmad Vanandza.
Dia menyampaikan permintaan agar eksekusi tersebut ditunda, sembari menekankan pentingnya komunikasi yang terbuka antara pemerintah dan warga pasar.
“Kami tidak bermaksud menghalangi langkah Pemkot, namun hingga kini belum ada komunikasi resmi yang melibatkan para pedagang maupun DPRD,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa DPRD memiliki tanggung jawab moral untuk menyuarakan aspirasi rakyat, terutama mereka yang terdampak langsung.
Vanandza menyebutkan, informasi yang diterima pihaknya menunjukkan bahwa para pedagang Pasar Subuh tidak merasa siap dengan rencana relokasi ke Pasar Pm. Noor. Selain lokasi yang dianggap terlalu jauh, fasilitas pasar pengganti dinilai tidak representatif untuk aktivitas jual beli subuh hari.
“Banyak pedagang mengaku khawatir karena jika dipindah ke lokasi baru, mereka harus bersaing dengan pedagang lama yang sudah lebih dulu eksis. Ini menimbulkan ketidakpastian ekonomi bagi mereka,” ujarnya.
Dalam pandangan Vanandza, pendekatan yang dilakukan Pemkot saat ini terkesan sepihak dan minim dialog. Ia meminta agar Pemkot tidak hanya fokus pada eksekusi, tapi juga mendengarkan suara masyarakat.
“Kita harus manusiawi. Pedagang itu bukan objek, mereka punya keluarga, punya penghidupan yang harus dijaga. Jangan sampai penertiban malah mematikan usaha mereka,” tegasnya.
Untuk itu, DPRD Kota Samarinda berencana memanggil Dinas Pasar dan Perdagangan, Satpol PP, serta instansi terkait lainnya untuk duduk bersama para pedagang dan mencari solusi terbaik.
“Kami ingin ada musyawarah. Jika semua pihak duduk bersama dan sepakat, saya yakin pedagang tidak akan keberatan, bahkan mereka akan membongkar sendiri lapaknya,” ujar Vanandza.
Lebih jauh, Vanandza berharap Pemkot Samarinda lebih membuka ruang partisipasi publik dalam setiap kebijakan, terutama yang berdampak langsung pada masyarakat kecil.
“Intinya, kami hanya meminta penundaan. Bukan karena tidak mendukung ketertiban kota, tapi karena ingin semua proses berjalan dengan adil, transparan, dan manusiawi,” tutupnya. (ADV/DPRD Samarinda)