Mediaborneo.net, Samarinda – Anggota DPRD Samarinda, Samri Shaputra, menyoroti permasalahan sistem zonasi sekolah yang dinilai menyulitkan masyarakat di wilayah Samarinda Seberang.
Dia mengungkapkan bahwa penerapan sistem zonasi saat ini justru tidak memberikan keadilan akses pendidikan bagi siswa yang tinggal di kawasan pinggiran kota.
Dalam sebuah rapat pembahasan kebijakan pendidikan daerah beberapa waktu lalu, Samri menyampaikan kondisi yang terjadi di wilayah Samarinda Seberang, khususnya di sekitar kawasan Kelurahan Masjid dan Kelurahan Baqa, Samarinda Seberang. Menurutnya, meskipun terdapat dua sekolah di kawasan tersebut, yaitu SMP Negeri 3 dan SMP Negeri 8, namun anak-anak di sekitar lokasi itu justru kesulitan mendapatkan akses masuk karena ketatnya batasan jarak zonasi.
“Di Samarinda Seberang itu hanya ada satu SMP yang paling dekat, yaitu SMP 3. Tapi karena sistem zonasi, anak-anak justru tidak diterima di situ. Padahal jaraknya hanya satu kilometer. Mereka malah diterima di sekolah yang lebih jauh, bahkan sampai lima kilometer,” kata Samri.
Dia menjelaskan bahwa dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sistem pilihan sekolah sering kali tidak menjamin siswa diterima di sekolah terdekat.
“Pilihan pertama satu kilometer, kedua tiga kilometer, dan ketiga enam kilometer. Tapi anehnya, justru anak-anak diterima di sekolah yang lebih jauh. Ini bertolak belakang dengan tujuan zonasi itu sendiri,” katanya.
Samri menilai, sistem zonasi yang diterapkan tanpa mempertimbangkan kondisi geografis dan jumlah sekolah yang terbatas di daerah pinggiran menjadi beban tambahan bagi masyarakat. Hal ini bahkan dialami langsung oleh keluarganya.
“Anak saya sendiri dulu waktu daftar di daerah zona Samarinda Seberang tidak diterima. Akhirnya diterima di Palaran, padahal di depan rumah ada sekolah. Ini membuktikan bahwa kebijakan zonasi masih belum adil untuk wilayah tertentu,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Samri mendorong pemerintah daerah dan instansi terkait untuk melakukan evaluasi sistem zonasi, terutama bagi wilayah yang memiliki jumlah sekolah terbatas. Ia berharap ada kebijakan khusus yang bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakat di daerah-daerah seperti Samarinda Seberang.
“Kita tidak menolak sistem zonasi, tapi pelaksanaannya harus adaptif dan tidak menyusahkan warga. Jangan sampai sekolah di depan mata, tapi anak harus sekolah di tempat yang jauh,” pungkasnya. (ADV/DPRD Samarinda)