Mediaborneo.net, Samarinda – Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Samarinda terus menunjukkan tren positif dalam beberapa tahun terakhir. Jika dahulu nilainya hanya sekitar Rp500 miliar, kini jumlahnya sudah hampir menembus Rp1 triliun. Peningkatan ini tentu menjadi kabar baik bagi pembangunan kota, namun DPRD Samarinda mengingatkan agar upaya menggali PAD tidak semata-mata bertumpu pada pajak yang justru berpotensi membebani masyarakat kecil.
Anggota Komisi II DPRD Samarinda, Sani Bin Husain, menegaskan bahwa strategi meningkatkan PAD harus lebih inovatif. Ia mengingatkan, meskipun pajak adalah sumber klasik penerimaan daerah, pemerintah perlu mencari alternatif lain yang lebih sehat agar tidak menimbulkan beban sosial baru.
“PAD kita sebenarnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Saya ingat dulu PAD masih sekitar Rp500 miliar, sekarang sudah hampir Rp1 triliun. Itu sudah bagus. Hanya saja, saya menekankan peningkatan PAD jangan sampai membuat masyarakat kecil menderita dengan pajak-pajak yang membebani. Kalau bisa malah dikurangi,” ujarnya, Selasa (19/8/2025).
Menurut Sani, ada banyak peluang kreatif yang bisa digarap oleh pemerintah kota. Misalnya kerja sama penjualan air ke daerah lain atau pengembangan energi listrik berbasis pengolahan sampah. Ide-ide semacam ini dinilai lebih relevan dengan kebutuhan kota modern, sekaligus sejalan dengan praktik negara maju yang tidak melulu mengandalkan pajak sebagai sumber pendapatan utama.
Di sisi lain, DPRD Samarinda juga tengah mengawal penyusunan Peraturan Daerah (Perda) Pariwisata. Regulasi ini dipandang penting untuk memberikan arah dan kepastian hukum dalam pengelolaan destinasi wisata di Samarinda. Selama ini, pengembangan sektor wisata dinilai belum optimal karena pemerintah belum hadir sepenuhnya dalam penyediaan fasilitas dasar maupun penataan kawasan.
“Yang pertama, kita ingin ada keteraturan. Selama ini pariwisata di Samarinda memang ada, tapi bukan masyarakat yang mengelola. Seharusnya pemerintah kota hadir. Minimal fasilitas dasarnya, seperti WC, harus baik. Meski ada retribusi, yang penting wisata kita ditata rapi,” ungkap Sani.
Sani menilai, letak Samarinda yang berada di tengah Kalimantan Timur sebenarnya sangat strategis untuk pengembangan pariwisata. Namun tanpa perencanaan dan aturan yang jelas, potensi itu sulit terealisasi secara maksimal. Oleh karena itu, perda dipandang sangat penting. Tidak hanya sebagai instrumen untuk mengikat berbagai pihak agar ikut berkontribusi, tetapi juga sebagai dasar hukum penggunaan APBD dalam mendukung pariwisata.
“Kenapa perda? Karena perda punya dua fungsi. Pertama, mengikat semua stakeholder untuk ikut berkontribusi. Kedua, menjadi dasar hukum penggunaan APBD untuk pengembangan pariwisata. Tanpa perda, APBD tidak bisa dipakai untuk itu,” pungkasnya. (Mela/Adv/DPRD Samarinda)