Sani Bin Husain: Uji Coba Vaksin TBC Harus Mengedepankan Hak dan Keselamatan Masyarakat

Anggota DPRD Samarinda, Sani Bin Husain

Mediaborneo.net, Samarinda –   Polemik seputar rencana pelaksanaan uji coba vaksin tuberkulosis (TBC) di Indonesia mendapat tanggapan kritis dari DPRD Kota Samarinda.

Anggota DPRD Samarinda, Sani Bin Husain, menekankan pentingnya perlindungan terhadap hak dan keselamatan masyarakat sebelum pelaksanaan kebijakan berskala nasional tersebut.

Wacana ini mencuat usai pernyataan Presiden Prabowo Subianto bahwa Indonesia akan menjadi salah satu lokasi uji klinis vaksin TBC M72 yang dikembangkan oleh Gates Foundation. Vaksin ini disebut-sebut sebagai terobosan global dalam pemberantasan penyakit TBC, yang selama ini masih menjadi penyebab kematian tinggi di Indonesia dan negara berkembang lainnya.

Namun, di balik harapan itu, kekhawatiran mencuat dari daerah. Salah satunya datang dari Sani, yang mengingatkan bahwa pelaksanaan uji coba vaksin tidak bisa serta-merta dilakukan tanpa prosedur yang ketat dan tanggung jawab yang jelas dari pihak penyelenggara.

“Saya bukan menolak kemajuan, tapi prosedur ini menyangkut manusia, menyangkut warga Samarinda yang memiliki hak untuk tahu, hak untuk menolak, dan hak untuk dilindungi,” ujarnya.

Ia menilai bahwa banyak warga belum mendapatkan pemahaman menyeluruh mengenai apa yang dimaksud dengan uji coba vaksin, terutama yang berkaitan dengan potensi risiko. Menurutnya, edukasi harus dilakukan secara terbuka dan tidak boleh ada informasi yang disembunyikan dari peserta.

“Transparansi adalah kunci. Warga harus tahu potensi efek sampingnya, dan siapa yang bertanggung jawab jika terjadi sesuatu. Kita bicara soal nyawa,” tegasnya.

Sani juga menekankan bahwa dalam konteks uji klinis seperti ini, kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia harus dilindungi secara ekstra.

Dia berharap tidak ada praktik paksaan, baik langsung maupun terselubung, terhadap warga yang belum memahami sepenuhnya konsekuensi dari keterlibatan dalam uji coba.

“Kalau memang vaksin ini bermanfaat, sampaikan dengan cara yang adil dan manusiawi. Bukan dengan tekanan atau ketakutan. Warga punya hak untuk mengatakan tidak,” tegasnya.

Menyikapi data Kementerian Kesehatan yang mencatat peningkatan kasus TBC hingga 809 ribu kasus pada 2023, Dr. Sani mengakui bahwa langkah pengendalian TBC memang mendesak. Namun ia mengingatkan agar kecepatan dalam mencari solusi tidak sampai mengorbankan etika dan keselamatan.

“Inovasi tidak boleh mengorbankan etika. Kalau kita ingin masyarakat percaya pada dunia medis, tunjukkan dulu bahwa kita berpihak pada keselamatan mereka,” pungkasnya. (Koko/ADV/DPRD Samarinda)

Share