Mediaborneo.net, Samarinda – Penanggulangan banjir di Samarinda dan sekitarnya masih menjadi isu krusial yang memerlukan solusi menyeluruh dan kolaboratif. Wakil Gubernur Kalimantan Timur, H. Seno Aji, menegaskan pentingnya pembagian tugas yang lebih terarah antara Balai Wilayah Sungai (BWS), Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, dan Pemerintah Kota Samarinda dalam menangani persoalan banjir yang semakin kompleks.
Seno Aji mengungkapkan bahwa saat ini sedang diformulasikan sistem kerja dan koordinasi yang lebih efektif untuk menangani banjir secara terstruktur. Selama ini, menurutnya, ketiga pihak masih sering mengerjakan wilayah yang sama tanpa pembagian tanggung jawab yang spesifik.
“Kita lagi formulasikan. Yang terjadi sekarang, misalnya, BWS menanggulangi Benanga, provinsi juga menangani Benanga, dan kota pun ikut menangani Benanga. Ini tumpang tindih. Ke depan, kita ingin formulasinya lebih fokus, BWS menangani wilayah-wilayah besar, Kota Samarinda menangani drainase-drainase lingkungan, dan provinsi menangani sungai-sungai kecil,” ujarnya, Kamis (12/6/2025).
Salah satu lokasi strategis yang kini menjadi fokus adalah Benanga. Menurut Seno Aji, kawasan ini memiliki potensi besar sebagai penampung sedimen hasil pengerukan sungai dan drainase. Lahan seluas 20 hektare di kawasan ini sudah siap untuk dimanfaatkan dan diyakini mampu menampung hingga 500.000 hingga 600.000 meter kubik material sedimen.
“Lahan ini sangat potensial. Kalau dimanfaatkan, bisa membantu mengurangi endapan di sungai yang menyebabkan banjir. Kami akan segera sampaikan ke BWS agar bisa melakukan akad kerja sama dengan Pemkot Samarinda untuk segera menggunakan wilayah tersebut,” ungkapnya.
Penggunaan lahan Benanga sebagai lokasi penimbunan sedimen ini diharapkan dapat mempercepat proses normalisasi sungai-sungai yang selama ini tersumbat oleh endapan lumpur dan sampah.
Tidak hanya wilayah hilir yang menjadi perhatian. Pemerintah Provinsi juga menaruh fokus serius terhadap kawasan hulu, terutama di Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Karang Mumus. Di kawasan ini, pembukaan lahan yang masif diindikasikan sebagai salah satu penyebab utama meningkatnya debit air dan laju sedimen ke hilir saat hujan deras turun.
“Salah satu yang disasar oleh FGD (Focus Group Discussion) kali ini adalah pembukaan lahan di hulu Sub DAS Karang Mumus. Ini harus kita evaluasi bersama. Kalau hasilnya menunjukkan adanya pelanggaran tata ruang atau risiko lingkungan, tentu akan ada tindakan lebih lanjut,” tegas Seno. (Oen/ADV/Diskominfo Kaltim)