DPRD Samarinda Dorong Dialog Damai dan Toleransi dalam Polemik Pendirian Gereja Toraja

Mediaborneo.net, Samarinda –   Upaya membangun harmoni antarumat beragama diuji dalam polemik pendirian Gereja Toraja di Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang. Meski sempat muncul penolakan dari sebagian warga, harapan untuk menyelesaikan perbedaan secara damai dan adil mulai terbuka lewat mediasi yang digelar DPRD Samarinda pada Selasa (8/7/2025).

Sejumlah tokoh dan pejabat terkait hadir dalam forum tersebut, termasuk perwakilan dari Kementerian Agama, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB), Kesbangpol, serta jajaran pemerintahan kecamatan dan kelurahan. Namun, absennya perwakilan dari pihak Gereja membuat forum terasa timpang dan menghambat terbentuknya pemahaman yang utuh.

Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Adnan Faridhan, menekankan bahwa penyelesaian masalah pendirian rumah ibadah seharusnya dilakukan secara menyeluruh dan tidak berat sebelah.

“Tuduhan seperti pemalsuan tanda tangan harus diuji secara hukum, bukan hanya asumsi. Tapi di sisi lain, hak beribadah adalah hak konstitusional yang tidak boleh dipersulit,” ujarnya.

Adnan menyayangkan ketidakhadiran pihak Gereja dalam mediasi ini. Menurutnya, proses mediasi yang ideal harus melibatkan semua pihak, agar tidak terjadi penghakiman sepihak.

Ia juga mengajak masyarakat untuk meneladani sikap toleransi yang diajarkan dalam ajaran agama, termasuk Islam.

“Nabi Muhammad SAW pernah mempersilakan rombongan pendeta Kristen Najran untuk beribadah di Masjid Nabawi. Ini adalah pelajaran penting bahwa toleransi bukan kelemahan, tapi kekuatan dalam menjaga kerukunan,” tegas Adnan.

Tak kalah penting, ia menyoroti ketimpangan dalam penerbitan izin: “Mengapa kita mudah memberi izin untuk Tempat Hiburan Malam, tapi ketika orang ingin mendirikan rumah ibadah justru dipersulit? Ini adalah pertanyaan besar bagi nurani kita bersama.”

Adnan mengimbau agar permasalahan ini tidak dibiarkan berlarut-larut dan segera ditangani dengan jalur yang tepat. Jika memang terdapat pelanggaran hukum, ia mendorong agar diproses secara legal demi menegakkan keadilan. Namun dalam semangat yang sama, ia menekankan pentingnya membuka ruang komunikasi yang sehat, agar warga tidak terjebak dalam prasangka dan ketakutan.

Polemik pendirian Gereja Toraja bukan hanya soal bangunan fisik, tapi juga tentang bagaimana masyarakat Samarinda ingin dikenal: apakah sebagai kota yang menjunjung tinggi toleransi dan hukum, atau sebaliknya. (ADV/DPRD Samarinda)

Share
Exit mobile version