MEDIABORNEO.NET, SAMARINDA – Kantor Imigrasi Samarinda kembali menangkap pelanggaran visa oleh warga negara asing.
Dalam konferensi pers yang digelar Senin (30/9/2024), Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Samarinda, WSD Napitupulu, mengungkapkan bahwa seorang WNA Suriah berinisial JA ditangkap karena menyalahgunakan izin tinggal wisata untuk menjalankan bisnis jual beli alat berat.
JA diketahui menggunakan visa kunjungan wisata yang seharusnya diperuntukkan untuk kegiatan wisata, namun justru melakukan transaksi bisnis di Samarinda dan Kalimantan Selatan.
Kasus ini terungkap setelah Imigrasi melakukan investigasi pada aktivitas JA yang mencurigakan. JA diketahui berpindah-pindah lokasi, mulai dari Jakarta, Kalimantan Selatan, hingga Samarinda, tanpa melaporkan perpindahannya. Hal ini menimbulkan indikasi bahwa JA sengaja menggunakan visa wisata agar tidak terdeteksi oleh petugas imigrasi setempat.
“Berdasarkan Pasal 122(a) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, JA diduga melakukan pelanggaran karena kegiatannya tidak sesuai dengan izin yang diberikan,” ungkap Napitupulu.
JA sebenarnya memiliki perusahaan di Indonesia dan tercatat sebagai penanam modal asing (PMA), yang seharusnya menggunakan izin tinggal terbatas dengan durasi satu hingga dua tahun. Namun, ia memilih menggunakan visa kunjungan wisata untuk mempermudah perpindahan tanpa kewajiban melapor ke Imigrasi setiap kali berpindah lokasi.
Menurut Napitupulu, visa PMA memiliki biaya lebih tinggi dan persyaratan yang lebih ketat dibanding visa wisata, yang membuat JA memilih jalan pintas ini.
Kegiatan bisnis yang dilakukan oleh JA melibatkan penjualan alat berat bekas dari tambang di Indonesia, seperti konveyor, yang kemudian dijual kembali ke Dubai dengan harga yang lebih tinggi.
“Dari investigasi pihak Imigrasi, perusahaan JA di Kalimantan Selatan tidak melaksanakan kegiatan PMA sesuai ketentuan, sehingga kecurigaan terhadap aktivitas ilegal semakin kuat,” beber Napitupulu.
Selain JA, ada dua warga negara Suriah lainnya yang telah memiliki izin tinggal PMA selama dua tahun. Salah satu dari mereka diduga mempengaruhi JA untuk menggunakan visa wisata. Saat ini, Imigrasi Samarinda sedang mengejar kedua warga negara Suriah tersebut dan berencana menjerat mereka dengan pasal yang sama.
Pihak Imigrasi juga telah melakukan pemanggilan kepada pihak-pihak yang terlibat, termasuk rekan-rekan JA yang diduga memberikan perintah untuk melakukan pelanggaran tersebut. Jika mereka tidak memenuhi panggilan, mereka akan dikenakan status buron (DPO), dan informasi mengenai mereka akan disebar ke semua jalur masuk Indonesia, termasuk bandara.
Perusahaan yang menjadi penjamin JA, yaitu BCI, telah diusulkan untuk dibekukan agar tidak dapat mengajukan visa kembali. Langkah ini diambil untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan visa di masa mendatang.
Pihak Imigrasi juga sedang mendalami sejauh mana aktivitas ilegal ini merugikan negara, terutama terkait potensi pajak yang tidak dibayarkan oleh perusahaan yang terlibat.
Kasus ini menunjukkan bagaimana pelanggaran visa wisata bisa digunakan untuk kegiatan bisnis ilegal, dan Imigrasi Samarinda terus berupaya mengembangkan kasus ini untuk menjerat semua pihak yang terlibat.
Dengan ancaman hukuman pidana maksimal 5 tahun dan denda hingga Rp500 juta, diharapkan kasus ini bisa menjadi peringatan bagi warga negara asing lainnya yang berniat menyalahgunakan izin tinggal di Indonesia. (Koko/M Jay)