Kecamatan Tenggarong Seberang Dorong Pemuda Gerakkan Sektor Pertanian

Kecamatan Tenggarong Seberang Dorong Pemuda Gerakkan Sektor Pertanian

MEDIABORNEO.NET, KUKAR – Bayang-bayang krisis regenerasi petani di wilayah Kutai Kartanegara (Kukar) kian mengancam ketahanan pangan di wilayah ini. Untuk itu, Pemerintah Kecamatan Tenggarong Seberang berupaya mendorong para pemudanya untuk menggerakkan sektor pertanian.

Hal ini diungkapkan oleh Camat Tenggarong Seberang, Tego Yuwono, yang prihatin dengan minimnya minat generasi muda untuk meneruskan tongkat estafet pertanian.

“Dalam 10 tahun terakhir, tingkat kekurangan petani mencapai 5 hingga 10 persen. Kekurangan SDM ini dikhawatirkan akan berakibat fatal, tak hanya bagi Kukar, tapi juga bagi ketahanan pangan nasional,” ungkapnya.

Menurutnya, lahan-lahan pertanian yang dulunya subur dan hijau, terancam terlantar, beralih fungsi menjadi pemukiman atau kawasan industri.

Kurangnya minat generasi muda terhadap sektor pertanian dipicu oleh berbagai faktor. Pertama, stigma negatif yang melekat pada profesi petani. Generasi muda masa kini lebih tergoda dengan gemerlapnya dunia industri dan teknologi, menganggap pertanian sebagai pekerjaan yang kotor, melelahkan, dan penghasilannya minim.

Kedua, minimnya edukasi dan sosialisasi tentang dunia pertanian. Sekolah-sekolah lebih fokus pada ilmu pengetahuan umum dan akademik, mengabaikan pendidikan vokasi dan pelatihan praktis di bidang pertanian. Hal ini membuat para pemuda tidak memiliki gambaran yang jelas tentang peluang dan prospek yang menjanjikan dalam sektor ini.

Ketiga, keterbatasan akses terhadap teknologi dan informasi. Petani tradisional masih terjebak dalam pola lama, minim pemanfaatan teknologi modern untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Sementara itu, generasi muda yang melek teknologi merasa enggan terjun ke dunia yang dianggap tertinggal.

Pemerintah Kecamatan Tenggarong Seberang telah berupaya untuk membina para pemuda, agar tertarik dengan dunia pertanian. Namun, hanya segelintir pemuda yang bersedia untuk menekuni profesi ini.

“Dari 10 pemuda yang dibina, hanya satu yang memutuskan tetap bertahan untuk bertani, sementara yang lainnya menolak dengan alasan sulit dan memakan waktu,” ujar Yuwono.

Dikatakannya, perlu upaya yang lebih konkret dan inovatif untuk menarik minat generasi muda terhadap sektor pertanian.

“Diperlukan perubahan mindset dan branding citra petani, menjadikannya profesi yang keren, menjanjikan, dan memanfaatkan teknologi modern,” pungkasnya. (Adv/Dri/M Jay)

Share