Kolaborasi Intensif, Efektifkan Pencegahan Kekerasan di Kaltim

MEDIABORNEO.NET, SAMARINDA –   Upaya pencegahan kekerasan di Kalimantan Timur (Kaltim) dinilai masih belum berjalan optimal, dan hal ini mendesak perlunya kolaborasi yang lebih intensif antara berbagai pihak.

Pemerintah provinsi, kabupaten dan kota, bersama masyarakat, harus bekerja sama untuk memastikan langkah-langkah pencegahan lebih tepat sasaran. Kolaborasi ini penting, terutama dalam pendataan dan pemetaan penyebab kekerasan yang terus meningkat.

“Untuk mencapai hasil yang maksimal dalam pencegahan kekerasan, kita harus melibatkan lebih banyak sektor, bukan hanya pemerintah. Partisipasi aktif masyarakat dan lembaga pendidikan sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi perempuan dan anak-anak,” ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita.

Dia mengungkapkan bahwa pendekatan yang selama ini diterapkan lebih banyak bersifat reaktif.

“Selama ini, ketika ada laporan kekerasan, kita langsung tangani. Namun, kita perlu memetakan kembali akar masalahnya agar kebijakan yang diambil dapat lebih efektif,” ujarnya dalam acara deklarasi yang dilanjutkan dengan Seminar Ketahanan Keluarga di Odah Etam, kantor Gubernur Kaltim, Selasa (3/12/2024).

Noryani juga menekankan pentingnya pendekatan yang lebih holistik dalam pencegahan kekerasan.

“Pencegahan kekerasan bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Ini adalah masalah sosial yang melibatkan banyak pihak. Masyarakat harus diberdayakan untuk lebih peka terhadap tanda-tanda kekerasan, dan lembaga pendidikan juga perlu dilibatkan dalam penyuluhan agar generasi mendatang lebih sadar akan pentingnya melindungi perempuan dan anak,” katanya.

Beberapa faktor penyebab kekerasan yang sering muncul antara lain masalah ekonomi, konflik dalam keluarga, serta kondisi lingkungan yang tidak mendukung, seperti rumah yang tidak layak huni.

Sayangnya, upaya pencegahan yang telah dilakukan masih belum menyentuh akar permasalahan tersebut. Oleh karena itu, kebijakan preventif yang lebih terfokus pada faktor penyebab sangat diperlukan agar dampaknya lebih signifikan.

“Kebijakan yang lebih terfokus pada penyebab kekerasan sangat diperlukan. Kita harus memperhatikan faktor-faktor seperti pengangguran, kemiskinan, dan ketidakstabilan keluarga yang sering kali menjadi pemicu kekerasan. Oleh karena itu, pemetaan lebih dalam tentang masalah ini sangat penting,” ujarnya.

Menurut salah satu praktisi perlindungan anak, Dr. Rina Susanti, pencegahan kekerasan harus melibatkan strategi yang lebih berbasis pada data.

“Penting untuk memiliki sistem pemantauan yang dapat mengidentifikasi area rawan kekerasan, serta memahami kondisi sosial-ekonomi yang mempengaruhinya. Data ini akan menjadi dasar bagi kebijakan yang lebih terarah,” ujar Dr. Rina.

Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), hingga November 2024 tercatat 88 kasus kekerasan yang terlaporkan. Semua kasus tersebut telah ditangani melalui berbagai saluran, termasuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dan layanan hotline SAPA 129.

Meskipun demikian, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar kekerasan dapat ditekan lebih efektif ke depannya.

“Penguatan data dan pemantauan adalah kunci untuk memahami permasalahan kekerasan dengan lebih jelas. Tanpa data yang akurat, kebijakan yang diterapkan bisa jadi tidak tepat sasaran. Sistem yang transparan dan mudah diakses juga sangat dibutuhkan untuk mendorong pelaporan kekerasan secara lebih efisien,” pungkasnya. (Adv/Diskominfo Kaltim)

Share