Kontroversi Pemasangan Portal Jembatan Mahkota II, DPRD Samarinda Minta Kajian Ulang Kebijakan

Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra (Ft: Mela)

Mediaborneo.net, Samarinda –   Pemasangan portal di Jembatan Mahkota II kembali memantik perdebatan di kalangan masyarakat Samarinda. Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, menyoroti bahwa kebijakan tersebut perlu dikaji ulang karena dinilai merugikan masyarakat, khususnya para pengusaha yang selama ini memanfaatkan jembatan sebagai jalur transportasi lebih cepat dan efisien.

Dalam pernyataannya, ia menjelaskan bahwa keberadaan portal sejatinya berfungsi sebagai tanda batasan bagi kendaraan besar yang melewati jembatan. Namun, kebijakan ini menimbulkan kontroversi karena sejumlah pelaku usaha merasa dirugikan.

“Adanya pemasangan portal itu sebenarnya sudah menjadi tanda bahwa ada batasan kendaraan besar yang melewati Jembatan Mahkota. Tapi memang ini menjadi kontroversi, terutama bagi pelaku usaha,” ujarnya, Kamis (21/8/2025).

Samri menyebut bahwa beberapa pengusaha yang terdampak merasa keberatan karena mereka sama-sama membayar pajak, tetapi dibatasi aksesnya. Padahal, rute melalui Jembatan Mahkota lebih dekat dibandingkan harus memutar melalui Jembatan Mahulu.

Menurutnya, ukuran kendaraan yang dibatasi bukanlah truk besar seperti tronton, melainkan kendaraan komersial yang relatif lebih ringan.

“Ada protes dari beberapa pengusaha yang sama-sama membayar pajak, tapi tidak bisa melewati Jembatan itu. Padahal akses melalui Jembatan Mahkota lebih dekat dibanding harus memutar lewat Jembatan Mahulu. Portal ini membatasi truk-truk yang sebenarnya tidak terlalu besar, beda dengan tronton atau kendaraan besar lainnya,” jelasnya.

Politisi dari partai PKS ini mendorong pemerintah kota untuk meninjau kembali kebijakan portal, terutama karena akses jalan di sekitarnya kini sudah tersambung, sehingga kekhawatiran kemacetan yang menjadi alasan awal pemasangan portal seharusnya bisa dikaji ulang.

Ia menyebut masyarakat dan perusahaan turut berkontribusi membiayai pembangunan jembatan, sehingga seharusnya semua pihak memiliki hak yang sama untuk mengakses jembatan tersebut.

“Kami minta pemerintah mengkaji kembali kebijakan ini. Jujur, hal ini merugikan masyarakat, terutama pelaku usaha. Banyak kontribusi dari masyarakat, baik perusahaan maupun warga umum, sehingga semua seharusnya memiliki hak sama untuk menggunakan jembatan ini,” tandasnya. (Mela/Adv/DPRD Samarinda)

Share
Exit mobile version