Pentingnya Sempadan Sungai Bagi Ekosistem dan Tata Ruang Kota, DPRD Samarinda Desak Kewenangan Daerah Lebih Kuat

Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim (Ft: Mela)

Mediaborneo.net, Samarinda –   Upaya penyelamatan ekosistem dan tata ruang kota terus menjadi perhatian DPRD Kota Samarinda. Salah satunya melalui penguatan regulasi pengelolaan sempadan sungai yang kini tengah dibahas.

Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim, menyampaikan bahwa sempadan sungai merupakan bagian tak terpisahkan dari ekosistem sungai dan memiliki dua substansi utama yang sangat penting untuk ditata secara menyeluruh.

“Jadi, sempadan sungai ini kan bagian dari ekosistem sungai. Jadi, yang substansi sebenarnya adalah dua, terkait sungai sebagai bagian dari air baku dan tata kota,” ujarnya,

Menurutnya, keberadaan sungai di Samarinda bukan hanya sebagai saluran air, tetapi juga sumber utama air baku untuk kebutuhan air bersih masyarakat.

Oleh karena itu, kerusakan sungai akibat sedimentasi, penyempitan, dan pencemaran sangat berdampak langsung terhadap ketersediaan air bersih.

“Jadi, kita ini kan punya kebutuhan terhadap sungai ini dalam beberapa aspek. Yang paling mendasar itu adalah terkait dengan kebutuhan air baku untuk air bersih,” jelasnya.

Abdul Rohim menegaskan bahwa penataan sempadan sungai bukan hanya urusan teknis, melainkan bagian dari penyelamatan ekosistem air dan juga untuk mendukung estetika dan fungsi tata kota.

“Jadi, penataan sempadan sungai itu adalah bagian dari penyelamatan ekosistem air dan tata kota. Nah, tata kota ini kita memastikan bahwa Samarinda ini sebagai kota yang sebagian besar dialiri oleh sungai,” tuturnya.

Dalam dua kali pertemuan yang telah dilakukan oleh pihaknya bersama stakeholder terkait, ditemukan sejumlah catatan penting yang menjadi kendala dalam penataan sempadan sungai di tingkat daerah.

“Nah, cuma memang setelah kita melakukan dua kali pertemuan, kita menemukan ada beberapa catatan. Catatan yang pertama itu ternyata soal kajian, kemudian pengelolaan, pemanfaatan sempadan sungai itu secara regulasi ada di pusat, di PU. Yang turunannya di provinsi maupun di kota/kabupaten itu di BWS,” jelasnya.

Imbasnya, niat untuk menata sempadan sungai sesuai dengan kebutuhan lokal kerap berbenturan dengan ketentuan pusat.

“Nah, sehingga yang awalnya kita berpikir kita akan bisa menata, mengatur sempadan sesuai dengan kebutuhan kita yang ada di kota ini, ternyata terbentur dengan aturan yang ada di pusat. Itu yang jadi catatan,” lanjutnya.

Kendati demikian, Abdul Rohim menyebut bahwa saat ini telah mulai ditemukan titik temu antara kewenangan pusat dan kebutuhan daerah. Beberapa aturan teknis dari pusat, seperti jarak sempadan berdasarkan karakteristik sungai, sudah tersedia secara rinci.

“Nah, tadi kita sudah mulai ketemu beberapa titik temunya. Misalnya, bahwa pusat memang mengatur. Bahkan secara detail, sempadan sungai itu berapa meter, dengan ketentuan sungai dengan karakter seperti apa, sempadannya seperti apa. Kemudian kalau dia ditanggul atau cuma diturap, itu sudah ada semua aturan secara spesifik.”

Lebih lanjut, persoalan lain yang muncul dari pihak pelaksana seperti Balai Wilayah Sungai adalah soal ketiadaan infrastruktur pengaman di kawasan sempadan yang telah ditetapkan.

“Nah, cuma tadi yang disampaikan oleh BWS, bahwa yang kami tidak punya itu adalah infrastruktur untuk mengamankan. Jadi, ini sempadan sudah ditetapkan,” tutupnya. (Mela/Adv/DPRD Samarinda)

Share
Exit mobile version