MEDIABORNEO.NET, SAMARINDA – Peraturan Gubernur (Pergub) Kaltim Nomor 49 tahun 2020 tentang Tata Cara Pemberian, Penyaluran dan Pertanggungjawaban Belanja Bantuan Keuangan Pemerintah Daerah dituding membatasi bantuan keuangan yang disalurkan. Akibatnya, berdampak pada serapan anggaran yang tidak maksimal, tidak hanya di provinsi tetapi juga kabupaten/kota.
Masalah selanjutnya adalah, Pergub tersebut muncul setelah dilakukan pengesahan APBD, sehingga Bantuan Keuangan (Bankeu) yang nilai salurnya kecil, terhambat untuk penyaluran lantaran perubahan regulasi tersebut.
“Kesimpulannya seperti itu, karena Pergub 49 ini membatasi bantuan keuangan yang disalurkan. Kalau ini dari awal, saya yakin tidak ada masalah, tapi ini berproses. Pergub ini muncul setelah pengesahan, setelah pembahasan sudah dipuncak, habis itu baru keluar. Sehingga bantuan keuangan yang tadinya kecil-kecil, harus digabungkan. Proses penggabungan dan sebagainya itu yang memakan waktu,” terang Wakil Ketua DPRD Kaltim Muhammad Samsun pada awak media, usai memimpin rapat terkait penyaluran dana Bankeu seluruh kabupaten/kota Kaltim tahun 2021, Senin (27/12/2021).
Dikatakannya, berdasarkan laporan yang disampaikan oleh BPKAD Kaltim, total serapan anggaran keuangan Kaltim rata-rata masih berkisar 90 persen. Namun begitu, masih ada kabupaten/kota yang serapannya masih berkisar 25 persen.
“Seperti Bontang, itu baru 25 persen. Balikpapan juga 25 persen dan ada tambahannya. Kutim sendiri juga 25 persen. Sedang Kukar 65 persen. Kalau yang 100 persen itu Samarinda, Paser, PPU, Kubar, Mahulu,” kata Politisi dari PDIP ini.
Beberapa kendala, lanjut Samsun, juga disampaikan oleh Pemerintah Kabupaten/kota terkait rendahnya serapan anggaran.
“Jadi, ada yang berkasnya tidak lengkap. Waktunya tidak sesuai dengan jadwal yang ditentukan misalnya mulai dari asistensi awal, kelengkapan berkas, sehingga mengakibatkan keterlambatan BPA (Badan Pemeriksa Anggaran, red), akhirnya lelang terlambat lalu pengerjaannya molor. Kemudian waktu tidak tepat, sehingga pada saat giliran menagih, belum bisa ditagih,” jelasnya.
Masih kata dia, memang serapan anggaran yang berasal dari Pemerintah Provinsi kepada Pemerintah Kabupaten/kota telah mencapai 100 persen. Tapi faktanya, di kabupaten/kota sendiri belum terserap seluruhnya karena masih ada kewajiban yang belum terselesaikan, dengan nominal Rp 150 miliar. Sehingga kata Samsun, anggaran yang baru tersalurkan kepada kontraktor atau pelaksanaan pengerjaan rata-rata masih 80 persen.
“Targetnya tersalur semua 100 persen. Tapi seperti Bontang, dia sudah jelas tidak sanggup melaksanakan karena sudah dicoba beberapa kali lelang selalu gagal. Di Kutim, begitu juga serapannya. Tapi di Kukar, masih bisa diupayakan karena kita lihat pekerja sudah hampir selesai semua, hanya penagihan terlambat sehingga tidak bisa dicairkan 100 persen,” bebernya.
Untuk itu, kata Samsun, pihaknya terus mendorong kabupaten/kota untuk segera meng-clear-kan dan mencairkan seluruh kewajiban yang tertahan sebelum akhir tahun 2021 ini.
“Kami minta tadi kesepakatan, anggota Banggar sepakat ini tetap bisa dicairkan, kan paling lambat dari pusat tanggal 31. Gubernur juga berikan batas waktu tanggal 20 sudah harus clear, tapi ada yang belum selesai. Ini kan hanya masalah administratif, saya minta untuk tetap diselesaikan,” tegasnya.
Kembali Samsun meminta agar Pemerintah Provinsi Kaltim melakukan revisi terhadap Pergub Kaltim Nomor 49 tahun 2020. Mengingat kata dia, di tahun 2021 ini banyak persoalan yang muncul setelah Pergub tersebut muncul.
“Jadi seharusnya tidak ada pembahasan lagi di internal DPRD (Pergub Kaltim Nomor 49 tahun 2020, red). Semua sudah mengatakan Pergub ini untuk direvisi, kita harapkan seperti itu. Tapi sampai sekarang belum, nyatanya itu masih jadi kendala,” tutupnya.
Penulis : Koko
Editor : M Jay