Mediaborneo.net, Samarinda – Persoalan relokasi warga yang bermukim di calon lahan insinerator Samarinda Seberang, kembali mencuat. Lahan tersebut direncanakan menjadi lokasi pembangunan fasilitas umum, sehingga masyarakat yang tinggal di atasnya harus dipindahkan.
Sebagai bentuk tanggung jawab, pemerintah kota menyiapkan kompensasi bagi warga terdampak, salah satunya berupa uang tunai senilai Rp9 juta. Namun kebijakan ini menuai pro dan kontra, terutama terkait kepastian hukum atas status lahan serta rasa keadilan bagi masyarakat yang akan direlokasi.
Sekretaris Komisi I DPRD Kota Samarinda, Ronald Stephen Lonteng, menilai langkah pemerintah memberikan kompensasi merupakan wujud keseriusan dalam menangani persoalan lahan. Kendati demikian, ia menekankan masih ada sejumlah hal yang harus diperjelas sebelum kebijakan tersebut benar-benar dijalankan.
“Sejauh ini secara resmi saya belum menerima informasi, dan secara lembaga kami juga belum mendapatkan kepastian. Itulah sebabnya kemarin saya memohon kepada pemerintah kota, agar tidak ada ketidakpastian hukum terkait tanah yang menjadi hak pemiliknya,” ujarnya, Kamis (21/8/2025).
Ronald menambahkan, status kepemilikan lahan harus dijelaskan secara gamblang agar masyarakat tidak dirugikan. Relokasi ini menurutnya, bukan hanya soal nominal kompensasi, melainkan juga menyangkut aspek sosial yang melekat pada kehidupan warga.
“Kalau pemerintah kota mengklaim tanah itu asetnya, saya minta disampaikan jelas agar masyarakat mendapat keadilan dan waktu yang cukup untuk direlokasi, termasuk mempertimbangkan anak-anak yang bersekolah di sana. Hal itu tentu harus dipertimbangkan,” tegasnya.
Terkait tawaran kompensasi Rp9 juta, Ronald mengapresiasi itikad baik pemerintah. Namun ia mengingatkan, ganti rugi finansial tidak bisa dijadikan satu-satunya tolok ukur keadilan.
“Saya pikir pemerintah kota sudah memberikan sesuatu yang mungkin bermanfaat bagi warga. Namun yang saya harapkan adalah waktu yang memadai agar masyarakat tidak dirugikan,” tuturnya.
Lebih lanjut, Ronald menegaskan bahwa apresiasi terhadap kebijakan pemerintah harus disertai catatan. Ia menilai kejelasan perhitungan kompensasi masih perlu dibuka secara transparan, sementara relokasi harus menjamin kepastian hukum, memperhatikan dampak sosial, serta memastikan keberlangsungan hidup warga setelah dipindahkan.
“Saya juga mengharapkan agar warga yang tinggal di lokasi tersebut menaati aturan, dan bersedia memindahkan diri serta keluarganya ke tempat yang layak bagi mereka,” tutupnya. (Mela/Adv/DPRD Samarinda)