Mediaborneo.net, Samarinda – Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Sri Puji Astuti, menyoroti urgensi pembaruan regulasi terkait penanganan HIV dan TBC di Kota Samarinda. Hal ini disampaikannya usai rapat internal yang membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) HIV dan TBC yang sempat tertunda.
Menurutnya, inisiasi pembaruan Raperda ini merupakan lanjutan dari kerja Komisi IV DPRD periode sebelumnya. Ia menekankan bahwa Samarinda sebenarnya telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang HIV sejak 2009. Namun, perkembangan regulasi nasional dan peningkatan jumlah kasus membuat perda tersebut perlu diperbaharui.
“Karena kasus meningkat secara nasional, dan regulasi baru seperti UU Kesehatan, Perpres, Permenkes, hingga Perwali sudah terbit, maka perda perlu diperbarui,” ujar Puji, Selasa (29/7/2025)
Ia menyebut, meski aturan sudah ada, pelaksanaannya di lapangan belum optimal. Minimnya pendanaan, keterbatasan fasilitas isolasi di rumah sakit, serta kurangnya partisipasi masyarakat menjadi tantangan tersendiri.
“Pendanaan masih minim, dan dukungan masyarakat juga kurang. Organisasi masyarakat yang bergerak pun kesulitan tanpa pendanaan yang jelas. Ketersediaan ruang isolasi di rumah sakit juga terbatas, terutama di RSUD,” ungkapnya.
Puji juga menyoroti tingginya angka penderita TBC dan HIV di Samarinda. Berdasarkan data yang ia peroleh, Samarinda kini menduduki peringkat pertama se-Kalimantan dan peringkat dua secara nasional setelah India. Kondisi ini diperparah oleh stigma sosial terhadap para penderita penyakit tersebut.
“Banyak yang tidak diterima bekerja, bahkan diperlakukan seolah bukan manusia. Padahal mereka berhak atas perlindungan dan hidup yang layak,” ujarnya.
Oleh karena itu, Raperda yang tengah disusun diharapkan tidak sekadar menjadi formalitas hukum, tetapi mampu mengatur secara tegas peran pemerintah, masyarakat, dan seluruh pihak terkait.
“Kita ingin memastikan penderita TBC dan HIV tidak didiskriminasi dan mendapatkan layanan kesehatan yang memadai,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa target eliminasi TBC nasional sudah ditetapkan pada 2030. Artinya, hanya tersisa lima tahun untuk melakukan langkah nyata.
“Karena itu, kita butuh tindakan nyata, bukan hanya regulasi di atas kertas,” tutupnya. (Mela/Adv/DPRD Samarinda)