MEDIABORNEO.NET, SAMARINDA – Bank Indonesia Perwakilan Kaltim menggelar Seminar Nasional Potensi Monetisasi Penurunan Emisi Karbon di Kalimantan Timur, yang dilaksanakan di Aula Maratua Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kaltim, Selasa (5/12/2023).
Seminar ini turut menghadirkan narasumber yang membahas mengenai langkah-langkah nyata untuk mendorong pembangunan berkelanjutan di Kaltim.
Dalam sambutannya, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kaltim Budi Widihartanto menyampaikan, dilaksanakannya seminar adalah untuk menindaklanjuti kajian potensi monetisasi penurunan emisi karbon yang dilakukan oleh Bank Indonesia bersama lembaga riset ICRES. Diharapkan, nantinya dapat menyokong eksistensi peluang ekonomi dan keuangan hijau di Kaltim, serta menjadi upaya advisory dari Bank Indonesia untuk kelanjutan program FCPF-CF.
“Saat ini kita sudah mulai merasakan dampak dari perubahan iklim, salah satunya ditandai dengan pergeseran musim dan cuaca. Perubahan iklim juga disebabkan pemanasan global yang menyebabkan naiknya permukaan air laut, serta membawa potensi tenggelamnya permukaan daratan yang kecil, termasuk pulau kecil di Indonesia, ” ucapnya.
Dikatakannya, resiko terkait perubahan iklim dianggap sebagai resiko global teratas, berdasarkan tingkat keparahannya hingga 10 tahun ke depan.
Budi Widihartanto juga mengingatkan, tidak hanya berkaitan dengan alam, perubahan iklim juga berpotensi mengurangi produk domestik bruto (PDB). Dimana, penelitian Bappenas pada 2021 menyatakan bahwa, perubahan iklim berpotensi mengurangi PDB Indonesia sebesar Rp 100 triliun per tahun.
Lanjutnya, penyebab dari perubahan iklim ini tidak terlepas dari aktivitas yang dilakukan manusia. Dimana, jumlah penduduk semakin tinggi dan akan berkolerasi dengan peningkatan aktivitas individu dan ekonomi. Hal ini akan meningkatkan emisi gas rumah kaca, maupun emisi karbon yang dihasilkan. Kondisi ini membuat seluruh negara, termasuk Indonesia semakin masif melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir dampak yang mungkin timbul akibat perubahan iklim.
“Salah satu upaya global untuk menahan lajunya pertumbuhan iklim ini kita lihat melalui Paris Agreement yang diikuti 196 negara pada 2015. Poin utama perjanjian ini untuk memperlambat laju pemanasan global di bawah 2°C.
Budi Widihartanto menyebut, dengan semangat pengurangan karbon di tingkat nasional, Kaltim turut berkomitmen menjaga tutupan lahan dan mengurangi emisi karbon dan gas rumah kaca melalui program FCPF-CF.
“Dalam program ini, Kaltim diharuskan untuk mengurangi 22 juta ton CO² equivalent dengan dana yang akan diterima sebesar 110 juta US dolar atau setara 1,7 triliun rupiah, yang akan dibagi dalam tiga tahap hingga 2025,” terangnya.
Sementara itu, peran Bank Indonesia dalam ekonomi dan keuangan hijau, kata Budi Widihartanto, Bank Indonesia mulai mempromosikan keuangan hijau sejak 2010. Bahkan saat ini Bank Indonesia memiliki berbagai instrumen kebijakan untuk mendukung keuangan hijau.
Terdapat tiga instrumen yang dilakukan Bank Indonesia, yaitu :
1. Loan to value (LTV) hijau yang memberikan intensif 100 persen bagi pembiayaan properti hijau dan uang muka 0 persen bagi pembiayaan kendaraan listrik.
2. Rasio pembiayaan inklusif makroprudensial hijau (RPM) yang memberikan kelonggaran atas pemenuhan proporsi minimum kredit bagi Bank Hijau atau kendaraan listrik.
3. Cadangan devisa hijau yang menentukan alokasi portofolio cadangan devisa Bank Sentral pada obligasi hijau.
“Ke depan, Bank Indonesia terus berkomitmen mendukung perkembangan ekonomi dan keuangan hijau di Indonesia, dengan berbagai instrumen kebijakan makroprudensial yang mendorong pertumbuhan proyek dan usaha ramah lingkungan dengan tetap memperhatikan stabilitas sistem keuangan, ” tutupnya. (End/Par)