Mediaborneo.net, Samarinda – Dugaan penjualan ilegal aset pemerintah berupa ruko di kawasan Pasar Segiri terus ramai diperbincangkan. Hal ini mencuat setelah Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menyebut adanya indikasi alih tangan aset Pemkot seolah-olah dijual ke masyarakat. Terkait hal itu, anggota Komisi II DPRD Kota Samarinda, Joko Wiratno, memberikan tanggapan tentang pengawasan yang selama ini dinilainya belum berjalan efektif.
Menurutnya, pengawasan dari pemerintah, khususnya melalui UPTD Pasar perlu ditingkatkan. Ia menyampaikan bahwa lokasi tersebut bukanlah tempat penjualan aset, tetapi praktik pungutan terhadap pemilik lapak malah terjadi.
“Pengawasan pemerintah harus ditingkatkan, apalagi itu bukan area penjualan. Saya melihat ada oknum yang memungut biaya bagi yang ingin menempati lapak. Hal seperti ini harus diawasi lebih ketat oleh UPTD terkait.”
Lebih lanjut, Joko menyatakan bahwa menurut aturan dari UPTD Pasar, tidak boleh ada transaksi jual-beli lapak. Lapak hanya boleh ditempati dan setiap pergantian harus masuk sistem distribusi kembali. Ia menyebut jika terjadi pelanggaran seperti jual-beli lapak di pasar, seharusnya dinas terkait segera menindak dan menertibkan aset tersebut.
“Di dinas pasar tidak ada pungutan dan tidak ada penjualan lapak. Jika saya menempati lapak dari pihak pertama, itu tidak boleh disewakan lagi. Kalau kita keluar, diganti orang lain yang membutuhkan, bukan disewakan. Peraturan dinas pasar jelas melarang pungutan atau penyewaan lapak.”
Terkait regulasi, Joko mengungkap bahwa Komisi II DPRD tengah menyusun Perda Pasar baru melalui Pansus pasar tradisional. Meski begitu, ia menyebut tahapan pembahasan masih tertunda karena pembahasan anggaran sedang berlangsung.
“Sekarang kami sedang membentuk pansus untuk menggodok perda pasar tradisional, namun pembahasan belum berjalan karena masih fokus membahas anggaran. Mungkin bulan depan baru mulai dibahas,” pungkasnya. (Mela/Adv/DPRD Samarinda)