Mediaborneo.net, Samarinda – Kasus perundungan pelajar kembali menggugah kepedulian masyarakat, menyusul insiden memprihatinkan di Samarinda di mana seorang siswa SD menjadi korban pengeroyokan oleh sekelompok pelajar SMP.
Peristiwa ini menjadi sorotan akan pentingnya memperkuat pendidikan karakter sebagai tameng utama mencegah kekerasan di sekolah.
Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menegaskan bahwa peristiwa tersebut bukan sekadar catatan kriminal remaja, melainkan sinyal krisis karakter yang mengakar dalam sistem sosial dan pendidikan.
“Pendidikan hari ini tidak boleh lagi berfokus semata pada nilai akademik. Kita harus kembali kepada esensi: membentuk manusia beradab dan berempati,” ujar Novan, Selasa (20/5/2025).
Menurutnya, mengatasi perundungan pelajar butuh pendekatan komprehensif, tidak hanya dari sekolah tetapi juga dari keluarga dan lingkungan sekitar. Tanpa sinergi antara ketiga elemen ini, upaya membangun karakter anak akan timpang.
“Sekolah bisa mengajarkan, tapi keluarga yang menanamkan. Dan masyarakat seharusnya menjadi ruang aman bagi tumbuh kembang anak,” tegas Novan.
Ia menyebut bahwa Komisi IV DPRD Samarinda tengah memperkuat agenda pendidikan karakter di seluruh jenjang sekolah. Bukan hanya melalui kurikulum, tetapi lewat kolaborasi lintas sektor untuk menciptakan ekosistem belajar yang suportif dan aman dari kekerasan di sekolah.
“Perundungan pelajar itu bom waktu jika tidak dicegah. Butuh pendekatan menyeluruh—dari akhlak, empati, hingga tanggung jawab sosial,” katanya.
Selain itu, Novan menyoroti maraknya aktivitas remaja di luar jam sekolah tanpa pengawasan, yang menurutnya menjadi salah satu akar dari kenakalan remaja. Ia pun mewacanakan perlunya penerapan kebijakan jam malam pelajar sebagai bentuk proteksi dini terhadap generasi muda.
“Bukan berarti kita membatasi, tapi mengarahkan. Jika anak-anak dibiarkan bebas di luar hingga malam tanpa kontrol, risiko penyimpangan akan jauh lebih besar,” ujarnya.
Namun, ia menekankan bahwa kebijakan semacam itu tidak bisa berjalan sendiri. Harus ada keterlibatan semua pihak—dari pemerintah, sekolah, aparat, hingga orang tua.
“Kita bicara soal masa depan. Kalau kita ingin generasi bebas dari kekerasan dan perundungan, kita harus kompak membentuk karakter mereka sejak dini,” pungkas Novan. (Koko/ADV/DPRD Samarinda)