Mediaborneo.net, Samarinda – Banjir bukan hanya sekadar genangan air. Ia adalah sinyal darurat dari alam bahwa ada yang harus diperbaiki, bahwa pembangunan tidak bisa berjalan tanpa perencanaan matang terhadap lingkungan.
Di tengah derasnya kritik dan keluhan warga terkait banjir yang melanda sejumlah titik di Samarinda, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menegaskan komitmennya untuk tidak berpangku tangan, dan tidak lepas tanggung jawab.
Hal ini ditegaskan oleh Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kaltim, Aji Fitra Firnanda. Katanya, meskipun secara struktural kewenangan pengelolaan drainase dan kawasan permukiman berada di tingkat kota, Pemerintah Provinsi tetap hadir dan aktif mencari solusi.
Bahkan, sejak tahun 2019, dana ratusan miliar rupiah telah dikucurkan melalui bantuan keuangan provinsi demi mengatasi masalah banjir secara menyeluruh.
“Kita tidak menunggu, kita tidak menonton. Kita terjun langsung, mendukung kota Samarinda agar banjir ini bisa kita tekan, bisa kita atasi bersama,” tegas Aji Fitra.
Banjir di Samarinda, kata Aji, bukan hanya persoalan curah hujan tinggi. Ada persoalan fundamental di lapangan, perumahan yang tidak dilengkapi gorong-gorong, tidak memiliki tangkapan air, dan sistem drainase yang belum tertata dengan baik.
Di sisi lain, wilayah sungai juga turut memainkan peran penting. Samarinda berada dalam lingkup Daerah Aliran Sungai (DAS) Mahakam, dengan anak sungainya, Sungai Karang Mumus, menjadi salah satu titik krusial yang kerap meluap.
“Penanganan ini tidak bisa sendiri-sendiri. Drainase memang wewenang kota, tapi wilayah sungai seperti Mahakam masuk dalam kewenangan BWS (Balai Wilayah Sungai) Kalimantan IV, sementara provinsi punya kewenangan di sungai Karangan. Tapi kami semua duduk bersama,” ujarnya.
Kerja sama lintas instansi kini menjadi kunci. Pemerintah Provinsi telah menandatangani perjanjian kerja sama bersama BWS Kalimantan IV dan Pemerintah Kota Samarinda. Dalam skema tersebut, Pemkot Samarinda menangani persoalan sosial dan pembebasan lahan, Pemprov Kaltim bertugas menormalisasi aliran sungai, sementara BWS membangun turap dan infrastruktur teknis lainnya.
Langkah ini sudah berjalan. Sejumlah titik sudah menunjukkan hasil positif. Namun, diakui Aji, masih ada beberapa lokasi yang terkendala persoalan sosial dan pembebasan lahan.
“Inilah yang sedang kita kejar dan dorong bersama. Kita tidak boleh berhenti,” ucapnya.
Aji Fitra juga mengajak seluruh masyarakat untuk ikut ambil bagian. Menurutnya, masalah banjir tidak akan selesai jika hanya diserahkan kepada pemerintah. Masyarakat, terutama pengembang perumahan, harus memiliki tanggung jawab lingkungan. Membangun dengan memperhatikan alur air, tidak menutup saluran, serta ikut menjaga kebersihan drainase adalah langkah kecil yang berdampak besar.
“Banjir ini bukan takdir. Ini akibat. Dan selama kita bersama-sama bergerak, kita bisa membalikkan arah. Samarinda bisa bebas banjir. Tapi butuh kerja sama. Butuh kesadaran bersama,” pungkas Aji. (Oen/ADV/Diskominfo Kaltim)