MEDIABORNEO.NET, SAMARINDA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim menerima catatan penting dari Ketua KPK RI Firli Bahuri, terkait 7 indikator kesejahteraan. Pasalnya ada 4 indikator yang nilainya masih rendah, dibanding angka nasional.
4 indikator kesejahteraan tersebut yakni tingginya angka pengangguran, tingginya angka kematian ibu melahirkan, tingginya angka kematian bayi dan tingkat genio ratio tidak merata.
Sementara, berdasarkan 7 indikator kesejahteraan dan perbandingannya, dari angka nasional dan Kaltim yakni :
1. Angka Kemiskinan, angka kemiskinan di Kaltim jauh lebih rendah dibandingkan dengan angka nasional, yakni 6,64 persen. Sedangkan angka nasional 10,19 persen.
2. Angka pengangguran, di Kaltim angka pengangguran lebih tinggi sedikit dibandingkan angka nasional, yakni 6,87 persen. Sedangkan angka nasional 6,25 persen.
3. Angka kematian ibu melahirkan, di Kaltim jauh lebih tinggi dibandingkan angka nasional, yaitu sebanyak 1,22 persen. Sedangkan angka nasional 0,97 persen.
4. Angka kematian bayi. Di Kaltim sendiri, angka kematian bayi jumlahnya masih sangat besar, yakni sebanyak 8,83 persen. Sedang angka nasional hanya 5,41 persen.
5. Indeks pembangunan manusia. Angka di Kaltim jauh lebih tinggi yaitu 76,24 persen. Sedangkan nasional 71,94 persen.
6. Pendapatan perkapita. Pendapatan perkapita di Kaltim jauh lebih tinggi dibandingkan angka nasional, yaitu Rp 161,3 juta. Sedangkan angka nasional Rp 59,1 juta.
7. Angka genio ratio, di Kaltim 0,334 sedangkan angka nasional 0,384.
Gubernur Kaltim Isran Noor mengatakan, tingginya angka kematian ibu hamil dan kematian bayi di Kaltim disebabkan beberapa faktor. Namun begitu, dia merasa heran dengan penilaian indikator kesejahteraan tersebut. Karena katanya, di saat penilaian tingginya angka kematian ibu dan bayi, justru indikator lainnya berhasil dilalui dengan sukses oleh Kaltim. Bahkan dengan angka yang melebihi angka nasional.
“Di Kaltim itu aneh, agak aneh memang. Pendapatannya tinggi, nilai ekspor Kaltim tinggi, tapi kematian bayi dan ibu hamil masih tinggi. Dan itu bahkan lebih diangka nasional. Artinya, kalau semakin kecil dia, semakin bagus. Tapi kalau dia persentasenya besar, semakin tidak bagus. Itu yang menjadi pertanyaan yang menurut saya harus dicari, mengapa?,” ucapnya pada media ini, Rabu (20/10/2021).
Dikatakannya, Pemprov Kaltim telah berupaya mendongkrak indikator-indikator kesejahteraan yang masih dinilai lebih rendah dari angka nasional, dengan melaksanakan sejumlah program BKKBN. Untuk itu, pihaknya juga telah menggelontorkan anggaran Rp 50 juta per desa guna menyukseskan program tersebut.
Anggaran itu juga digunakan untuk mengatasi masalah pembinaan ibu hamil dan perawatan bayi.
“Kita tahun 2021 sudah menggelontorkan fasilitas pembiayaan itu, setiap desa Rp 50 juta. Tapi, itu belum cukup karena itu tujuannya adalah untuk persoalan mengatasi stunting. Tapi itu juga bisa digunakan untuk masalah pembinaan kesehatan ibu hamil dan perawatan bayinya,” katanya.
Orang nomor satu di Kaltim ini menyebut, berbagai permasalahan terkait pembinaan keluarga masih menjadi perhatian Pemprov Kaltim, guna meningkatkan kesejahteraan dan keselamatan serta kesehatan masyarakatnya.
“Mudah-mudahan upaya kita bisa tetap lancar. Jadi banyak yang terkait dengan pembinaan keluarga, kesejahteraan, kesehatan dan segala macamnya di Kaltim yang masih menjadi perhatian kita,” tutupnya.
Penulis : Oen
Editor : Jay