Mediaborneo.net, Samarinda – Anggota DPRD Kalimantan Timur dari Komisi I, Baharuddin Demmu, melontarkan kritik tajam terhadap Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur terkait penanganan dugaan pelanggaran kerja sama yang dilakukan oleh pihak pengelola Hotel Royal Suite Balikpapan.
Baharuddin menyebut bahwa pengelola hotel yang berdiri di atas aset milik Pemprov Kaltim itu telah mangkir dari kewajiban pembayaran kontribusi tahunan, yang nilainya mencapai sekitar Rp600 juta per tahun. Parahnya lagi, berdasarkan hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), diketahui bahwa saat ini terdapat tunggakan mencapai Rp4,8 miliar dari pihak pengelola kepada pemerintah daerah.
“Kalau memang sudah melanggar, kenapa tidak ada pemutusan kerja sama? Ini bukan sekadar telat bayar, tapi sudah menjadi temuan resmi BPK. Pemerintah jangan diam, harus ada tindakan nyata dalam waktu 60 hari,” katanya.
Dia juga menyoroti adanya perubahan bentuk fisik bangunan Hotel Royal Suite Balikpapan yang dilakukan secara sepihak tanpa izin resmi dari Pemprov Kaltim. Menurut Baharuddin, hal ini bertentangan langsung dengan isi perjanjian kerja sama, khususnya Pasal 2 yang mengatur bahwa perubahan pada aset pemerintah harus mendapatkan izin tertulis terlebih dahulu.
“Kami sudah tanya, dan dijawab tidak ada izin. Artinya mereka melanggar. Semua perubahan atas aset daerah harus melalui mekanisme izin. Ini sudah tidak bisa ditolerir lagi,” katanya.
Tidak hanya itu, Baharuddin juga mencium adanya potensi permainan oknum di balik pembiaran yang terjadi. Ia mempertanyakan alasan pemerintah tidak mengambil langkah tegas terhadap pengelola, padahal pelanggaran telah terang benderang dan berdampak langsung terhadap keuangan daerah.
“Saya curiga jangan-jangan ada oknum yang bermain. Ini bisa saja terjadi keringanan atau kebijaksanaan yang tidak masuk akal. Kalau sudah menjadi temuan BPK, tidak boleh ada kompromi. Itu harus ditindaklanjuti,” ujarnya.
Politisi PAN ini menegaskan bahwa kontrak kerja sama seharusnya dapat diputus secara sepihak jika salah satu pihak terbukti wanprestasi. Dalam hal ini, pengelola dinilai telah gagal memenuhi kewajiban finansial dan administratif.
“Pemprov jangan sampai membiarkan. Kalau memang melanggar, kontraknya putuskan saja. Soal lokasi perkara bisa di Samarinda atau Balikpapan, tergantung Pemprov. Yang penting jangan dibiarkan aset kita dimanfaatkan tanpa imbal balik yang semestinya,” tandas Baharuddin Demmu. (Koko/ADV/DPRD Kaltim)