Ibu Kota Negara Pindah, Rusman Ya’qub Harap Tak Ganggu Hak Suara Pemilu 2024

MEDIABORNEO.NET, SAMARINDA – Anggota DPRD Kaltim Rusman Ya’qub mengatakan, dengan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, dipastikan akan turut berdampak pada bertambahnya jumlah pendatang yang masuk ke Kaltim.

Kondisi ini, kata dia, akan berpengaruh pada hak politik masyarakat di Kaltim, khususnya yang bermukim di Ibu Kota Nusantara (IKN) dan wilayah sekitar, serta daerah penyangga. Sementara, pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) serentak dilaksanakan pada 2024.

Menurutnya, migrasi penduduk dalam jumlah besar ke Kaltim dapat berpotensi menimbulkan masalah data jumlah pemilih yang harus cepat ditangani.

“Kita harus pastikan hak politik masyarakat ini sebelum migrasi ke IKN itu benar-benar ada dan tidak terpangkas,” katanya.

Masyarakat yang berpotensi menduduki IKN selama periode tersebut, lanjut dia, adalah aparatur sipil negara (ASN) dari kementerian/lembaga tertentu.

Rusman menekankan, Badan Otorita IKN perlu menindaklanjuti hak politik para kelompok masyarakat yang akan pindah ke IKN. Sebab, setiap warga negara telah diatur dan dijamin hak politiknya dalam Undang-Undang.

Tertuang jelas dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu 2024.

Kontradiktif dengan aturan tersebut, dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) dijelaskan bahwa masyarakat yang masuk dalam wilayah IKN dibebaskan dari Pemilu.

Ini juga dapat diinterpretasikan bahwa warga hanya berhak memberikan suaranya dalam pemilihan presiden, pemilihan anggota DPR RI, dan pemilihan anggota DPD RI. Sedangkan, pemilihan anggota DPRD Kaltim dan di tingkat Kabupaten/Kota itu tidak berlaku.

“Artinya, masyarakat yang berada di wilayah IKN hanya dapat menggunakan sebagian hak suaranya saja. Pertanyaannya adalah, ketika Pemilu nanti ada anggota yang terpilih dari Daerah Pemilihan (dapil) sana dia berstatus sebagai anggota DPRD apa,” terangnya.

Dikatakannya, persoalan hak politik masyarakat IKN berpotensi menimbulkan persoalan. Hal itu karena akan ada batasan kebijakan bila ada masyarakat yang ingin aspirasinya diperjuangkan oleh legislator.

“Anggota DPRD tentu urusannya dengan Bupati PPU terkait batasan tadi. Masa iya masyarakat harus mengadu ke DPR RI karena Badan Otorita kaitannya langsung dengan Presiden. Sementara IKN juga tidak ada lembaga legislatifnya,” pungkasnya. (Hk/M. Jay/Adv/DPRD Kaltim)

Share