MEDIABORNEO.NET, SAMARINDA – Enam faktor yang menyebabkan hingga saat ini di Kaltim baru ada lima Komunitas Masyarakat Hukum Adat (MHA) yang diakui.
“Pengaturan klasifikasi, kodefikasi dan nomenklatur program/kegiatan yang memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah. Dalam hal ini, DPMPD/DPMPD/K untuk melakukan fasilitasi PPMHA baru ini terbit setelah lima tahun. Kemudian Permendagri 52/2014 diterbitkan,” papar Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Provinsi Kaltim, Anwar Sanusi belum lama ini.
Lanjut, kata Anwar Sanusi, kesiapan pemerintah daerah untuk memberikan Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (PPMHA) di kabupaten/kota terkendala dengan minimnya anggaran pendukung. Pesoalan lainnya adalah minimnya tenaga teknis dan pengetahuan panitia PPMHA mengenai tata cara pemberian pengakuan dan perlingan MHA turut menjadi kendala besar untuk pengakuan MHA.
“Adanya kabupaten yang belum memiliki panitia PPMHA, ini yang menjadi kendala,” katanya.
Anwar Sanusi menyebut, sulitnya mendapatkan data dan informasi spasial maupun data sosial budaya masyarakat adat dari pemerintah kabupaten/kota, turut andil lambannya percepatan pengakuan MHA. Mengingat, masyarakat adat di Kaltim banyak tersebar di hampir di seluruh pelosok wilayah pedalaman Kaltim.
“Kurang pahamnya masyarakat adat di Kaltim tentang tata cara menulis atau menyusun data sosial ke dalam dokumen pengajuan MHA juga sangat terbatas,” katanya.
Termasuk, lanjut dia, mengenai pemahaman masyarakat adat di Kaltim tentang tata cara mengajukan pengakuan dan perlindungan kepada pemerintah masih sangat minim informasi. Ditambah, belum terselesaikannya peta batas antar desa. Ini yang menjadi faktor penghambat untuk memberikan pengakuan bagi Komunitas Adat.
Upaya yang telah dilakukan DPMPD Kaltim saat ini bukanlah untuk mengambil peranan kewenangan pemerintah kabupaten. Namun, menjadi bagian dari tugas yang diberikan oleh Pemprov Kaltim melalui Permendagri Nomor 52 Tahun 2014.
Dimana, memerintahkan Gubernur untuk melakukan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pengakuan, serta perlindungan bagi masyarakat hukum adat kabupaten/kota di wilayah masing-masing. (Oen/Adv)