MEDIABORNEO.NET, SAMARINDA – Komisi III DPRD Kaltim menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Pemprov Kaltim, terkait kesepakatan pembayaran hasil pengurangan emisi di Kaltim.
RDP dipimpin oleh Ketua Komisi III DPRD Kaltim Veridiana Huraq Wang dan dihadiri oleh Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim Sri Wahyuni.
Seperti diketahui, kesepakatan pembayaran pengurangan emisi Provinsi Kaltim dilakukan oleh Pemerintah Indonesia yang diwakili Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bersama Word Bank.
Inti dari surat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI mengenai program pengurangan emisi di Kaltim, meliputi komitmen penurunan emisi tercatat sebesar USD 110 juta yang akan disalurkan melalui Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup Kementerian Keuangan.
Ketua Komisi III DPRD Kaltim Veridiana Huraq Wang mempertanyakan, berapa nominal hak yang akan diterima dan peruntukannya oleh Pemprov Kaltim dari penurunan emisi tersebut.
“Ternyata yang bisa kita Terima Rp 69 miliar, ini akan masuk dalam APBD kita. Tapi untuk penggunaannya sudah spesifik dan tidak bisa dibelanjakan untuk yang lain. Nah sekarang, kemana akan dibelanjakan? Tentu sesuai petunjuk teknis dari KLHK guna mengurangi dan mencegah deforestasi, serta memelihara hutan kita, ” ujarnya.
Veridiana melanjutkan, masyarakat dipastikan akan menerima manfaat dari kegiatan tersebut, walaupun tidak menerima dalam bentuk uang. Nantinya anggaran dari penurunan emisi akan digunakan untuk pelatihan, pembelian bibit tanaman dan untuk penanaman kembali di sejumlah lahan.
Agar program berjalan dengan baik, Komisi III meminta agar Pemprov Kaltim memberikan sosialisasi kepada masyarakat.
“Masyarakat perlu tahu adanya program ini, supaya ada stimulan untuk kita melakukan penghijauan. Perlu diketahui, anggaran itu masuk di APBD Kaltim, sehingga kami meminta kepada pemerintah untuk segera ke Kemendagri, agar bagaimana supaya anggaran itu masuk dalam APBD Kaltim, ” katanya.
Sementara, kepada masyarakat Kaltim untuk dapat memanfaatkan program pemanfaatan hutan tersebut untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.
“Untuk kehutanan sendiri ada yang namanya Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), seperti Kelompok Perhutanan Sosial, dengan program ini mereka bisa berkebun dan menjual hasilnya. Tapi tidak boleh menjual kayu. Pun Kelompok Masyarakat Hukum Adat juga dapat memanfaatkan program ini, sehingga dapat melaksanakan pembinaan memelihara lingkungan, ” imbuhnya. (Adv/Koko/M Jay)